Tuesday, May 23, 2006

Sebingkai syukur dan cinta

Subhanalloh... Alhamdulillah...
Entah berapa banyak dzikir yang harus terlantun dari lisan seorang hamba yang lemah ini. Ya, Robbiy... terimakasih atas semua nikmat dan karunia yang telah kau curahkan padaku...
Ya, aku setuju bahwa nikmat yang terbesar adalah nikmat Iman dan Islam. Dan aku pun percaya bahwa Dia menurunkan kasih sayang-Nya melalui wasilah-wasilah yang mungkin akan berbeda pada tiap hamba. Dan satu hal yang membuatku amat bersyukur adalah bahwa Dia memberikan nikmat terindah itu (Iman dan Islam) melalui wasilah yang teramat indah. Ya, mereka lah wasilah itu. Ayah dan ibuku.
Ya, aku bersyukur pada-Mu, ya Robbiy... karena mereka lah yang pertama kali memperkenalkan aku pada-Mu. Bahwa Engkau lah satu-satunya Ilah yang patut diibadahi.
Ya, aku bersyukur pada-Mu, ya Robbiy... karena mereka lah yang telah menghujamkan keimanan dalam Qolbuku.
Ya, aku bersyukur pada-Mu, ya Robbiy... karena Engkau menitipkanku (sebagai amanat) kepada dua orang yang tepat. Ya, ibu dan ayahku. Sungguh, mereka telah menunaikan amanat-Mu dengan teramat baik.
Ya, aku bersyukur pada-Mu, ya Robbiy... karena Engkau tak hanya membimbingku melalui dua orang yang amat kucintai itu, tapi juga tiga orang selainnya yang membuat hidupku penuh warna dan canda tawa. Ya, keluargaku.
Ya, sembah sujudku pada-Mu, ya Robbiy...

Di tengah bulan yang telah menambah usia kalian; 16 Mei (ayahku tercinta), 23 Mei (ibuku tercinta).
Kuselipkan cinta dan baktiku...
Semoga ALLOH membalas segala kebikan kalian padaku dan semoga Dia mengumpulkan kita kembali di Jannah-Nya kelak.

aamiin...

Theme song:Rumahku Surgaku by Tazakka

Friday, May 19, 2006

UAN dan Kebobrokan Sistem

Alhamdulillah.... akhirnya UAN berakhir juga! Semoga bisa lulus dengan nilai terbaik. Aamiin...
Jujur, bagiku detik-detik ujian (khususnya UAN) memang detik-detik yang membosankan! Bukan karena aku harus mengulang semua pelajaran dari kelas 1. Bukan juga karena deg-degan khawatir nggak lulus. Bukan! Tapi karena detik-detik ujian yang makin memperjelas kebobrokan sistem pengajaran (aku kuran suka menyebutnya dengan sistem pendidikan, karena pada dasarnya memang tidak mendidik) kita.
Mungkin sebagian dari para pelaku sistem pengajaran (kalo murid termasuk pelaku nggak ya?) akan protes dengan pernyataanku ini. Mereka mungkin akan berkata, “Lho, kalau nggak diuji, bagaimana kita bisa tahu kemampuan siswa? Dan kalau kita nggak tahu kemampuan siswa, lalu bagaimana pula kita bisa mengetahui sejauh mana kemajuan dan keberhasilan KBM? Jadi ujian ini merupakan bagian dari kemajuan sistem pendidikan!”
Hehe... Terserah kalian lah! Yang jelas, pernyataan kayak gitu cuma semakin membuat aku ingin menertawakan sistem yang selalu kalian puja.
Gimana enggak?! Aku terlibat (baca: terjerat) langsung dalam sistem ini dan aku melihat dengan jelas fakta yang terjadi.
Bagaimana bisa ku katakan tidak bobrok, jika saling bertukar jawaban dikatakan sebagai “ta’awun”??
Bagaimana bisa ku katakan tidak bobrok, jika toleransi dijadikan pembenaran untuk membiarkan saling memberikan jawaban??
Bagaimana bisa ku katakan tidak bobrok, jika ternyata yang diuji bukanlah kemampuan perseorangan siswa dalam menangkap pelajaran, melainkan kemampuan siswa dalam “bekerja sama”??
Bagaimana bisa ku katakan tidak bobrok, jika Yang Maha Melihat diabaikan??
Bagaimana bisa ku katakan tidak bobrok, jika para pengawas telah mendapat komando untuk keep silent saat ujian berlangsung??
Bagaimana bisa ku katakan tidak bobrok, jika aku sendiri pun kesulitan menuliskan kebobrokan-kebobrokan lainnya yang begitu banyak??
Hhhh..... mungkin disambung lain waktu aja kali ya..!
Yang jelas, dari semua ini, aku sudah dapat menarik kesimpulan:
BETAPA BOBROKNYA SISTEM PENGAJARAN YANG DIBANGUN DI ATAS DEMOKRASI.
Wallohu a’lam.

Saturday, May 06, 2006

Ujian Dalam Ujian

Hari yang menegangkan bagi siswa-siswi sekolah tingkat akhir akan segera tiba. Pada saat-saat seperti ini, hampir seluruhnya dari mereka mati-matian mengejar nilai yang akan menentukan kelulusan mereka. Harus diatas 4,25 untuk masing-masing pelajaran dan minimal 4,51 untuk rata-ratanya. Begitulah syarat kelulusan yang telah diprediksi dengan kuat akan mewarnai nilai-nilai dari Ujian Akhir Nasional tahun ini. Maka untuk menyelamatkan dirinya masing-masing dari standar kelulusan tersebut, siswa-siswi tingkat akhir di setiap jenjang pendidikan pun rela berkorban waktu, tenaga, bahkan harta. Akibatnya, bimbel-bimbel pun tidak lagi sepi dari sasarannya.

Tetapi tragedi yang menyedihkan itu pun selalu terjadi. Meskipun pelajar-pelajar ini telah mempersiapkan bekal dengan hapalan-hapalan yang bertumpuk, pada faktanya kecurangan pun hampir selalu terjadi, dimana pun dan oleh siapa pun, kecuali sebagian kecil diantara mereka. Mungkin mereka kurang percaya diri hingga akhirnya lebih memilih jawaban dari teman. Mungkin mereka tidak ingin bukunya tersimpan sia-sia, hingga hal ini memaksa mereka untuk membukanya meskipun sedang ujian. Atau mungkin juga mereka sudah tersesatkan dengan perkataan “Nyari yang haram aja susah, apalagi yang halal?”.

Entahlah! Itu semua mungkin saja. Tetapi yang pasti adalah bahwa mereka semua tidak menyadari bahwa Ujian Nasional yang sebentar lagi akan berlangsung hanyalah sebuah ujian kecil yang menyembunyikan ujian besar di belakangnya. Ujian besar itu adalah ujian kehidupan. Ujian bagi setiap orang yang sedang diuji.

Ya, saat ujian sekolah / nasional berlangsung, sesungguhnya Alloh juga sedang menguji kejujuran kita. Saat para pengawas yang berkeliling kelas mengamati gerak-gerik kita, sesungguhnya dua pengawas Roqib-Atid juga selalu mengintai aktifitas kita. Akankah kita mengkhianati-Nya, sedangkan dua pengawasnya itu tak pernah lengah?! Inilah ujian di balik ujian itu. Ujian kehidupan yang nampak samar. Ujian yang sering kali tidak kita sadari. Ujian yang sering kali tidak kita persiapkan dengan matang untuk menghadapinya. Ujian yang sering kali kita abaikan. Padahal sesungguhnya inilah ujian yang lebih besar!

Maka beruntunglah orang-orang yang menyadari akan kehadiran ujian yang besar ini. Bagi mereka, apalah artinya nilai yang besar di atas lembaran-lembaran rapor jika nilai pada buku kehidupan mereka buruk. Apalah artinya deretan angka delapan atau sembilan jika di akhirat kelak menerima kitab dari sebelah kiri. Apalah artinya sebuah kelulusan sekolah jika tidak lulus dihadapan Alloh. Apalah artinya pujian manusia jika murka Alloh menyertainya.

Sadarlah wahai kawanku, para pelajar! Ujian yang akan kita hadapi nanti hanyalah secuil dibandingkan ujian kehidupan dari-Nya. Maka raihlah nilai yang tinggi di hadapan-Nya! Rebutlah rangking di sisi-Nya! Gapailah kelulusan dengan keridhoan-Nya! Karena kejujuran adalah sebuah kemuliaan.

wallohu a'lam.

Di Balik Kontroversi RUU APP

Majalah Playboy Indonesia yang telah banyak menuai protes, akhirnya diterbitkan juga awal bulan April ini. Bahkan menurut pengakuan Avianto Nugroho yang menjabat di bagian promosi, Playboy Indonesia sudah mengantongi izin penerbitan sejak November 2005 lalu.

Sejak isu akan terbitnya terdengar, majalah yang lisensinya dipegang oleh PT. Velvet Silver Media ini memang telah menimbulkan keresahan di tengah-tengah masyarakat kita. Pasalnya, majalah yang menginduk pada Playboy Amerika Serikat ini memang menjadikan aurat wanita sebagai komoditas utamanya.

Memang, kita akui bahwa selama ini pun Indonesia tidak bebas dari pornografi dan pornoaksi. Majalah, VCD, koran, dan berbagai media lainnya yang mengeksploitasi aurat pun sudah banyak beredar di pasaran bebas dan dapat dengan mudah dijangkau oleh seluruh kalangan, termasuk anak-anak dibawah umur. Jadi, terbitnya Playboy Indonesia ini sebenarnya hanyalah menjadi pelengkap dari keterpurukan yang selama ini kita alami. Akhirnya masalah ini pun menuai banyak protes dari berbagai kalangan di berbagai daerah yang mulai tercerahkan dan bermaksud untuk memeperbaiki generasi bangsa ini.

Geliat masyarakat yang menginginkan kehidupan sosial yang lebih baik ini kemudian memunculkan sebuah Rancangan Undang-Undang yang nantinya diharapakan akan dapat membendung bahkan memberangus pornografi dan pornoaksi. Namun seperti halnya pendukungnya, kelompok yang menolak RUU ini pun tak kalah banyaknya. Akibatnya pembahasan masalah ini pun nampak begitu alot. Bahkan yang lebih menyedihkan lagi adalah bahwa DPR (yang bertugas dalam masalah ini) sendiri masih kebingungan dalam menetukan batasan pornografi dan pornoaksi.

Sebenarnya, berlarut-larutnya pembahasan Rencana Undang-Undang Anti Pornografi dan Pornoaksi (RUU APP) ini menunjukkan betapa bobroknya negeri kita. Bukan hanya masyarakatnya saja, tetapi juga pemimpin dan sistemnya.

Dari segi masyarakat, terpecahnya ummat menjadi dua kubu –yang mendukung dan menolak RUU APP- menunjukkan ketidakpahaman mereka pada Islam. Juga pengertian mereka tentang mana yang mashlahat dan mana yang mudharat. Ini bisa dilihat dari alasan-alasan yang terlontar dari para penentang RUU APP, yakni bahwa RUU tersebut jika disahkan nantinya akan mengekang kebebasan berekspresi, khususnya bagi kaum wanita.

Dari segi pemimpin/pejabat, alotnya pembahasan mengenai batasan pornografi dan pornoaksi di DPR, justru menunjukkan betapa jauhnya para wakil rakyat kita dari ad-dien nya, Islam. Bagaimana tidak? Para wakil rakyat yang mayoritas muslim, justru berulang kali mengadakan rapat hanya untuk mendapatkan kata sepakat tentang batasan pornografi dan pornoaksi, padahal Islam telah menjelaskannya dengan tegas sejak berabad-abad yang lalu. Sebagaimana firman Alloh ta’ala:

“ Dan janganlah mereka menampakkan perhiasan mereka kecuali yang (biasa) nampak dari mereka...” (QS. An-Nuur:31)

Juga sebagaimana yang telah disabdakan oleh Rosululloh saw, “Sesungguhnya ketika seorang perempuan sudah mengalami menstruasi, maka tidak layak terlihat darinya kecuali wajah dan kedua telapak tangannya.”.

Dari sini jelaslah, bahwa tindakan menampakan aurat sekecil apapun, dalam pandangan Islam, adalah termasuk pornografi dan pornoaksi. Tak perlu diperdebatkan lagi apakah mempertontonkan aurat itu dengan tujuan komersial atau bukan. Dan tak peduli apakah membuka aurat itu merupakan budaya kesukuan ataukah bukan.

Adapun ketidaksetujuan beberapa pihak pengelola pariwisata, menunjukkan kebobrokan sistem di negeri ini. Alasan mereka menolak RUU APP adalah karena jika RUU tersebut disahkan, hal ini diyakini akan menurukan pendapatan negara di bidang pariwisata. Dan sepertinya pemerintah kita pun ngeri dengan ancaman ini. Hal ini justru menimbulkan pertanyaan besar bagi kita; Apakah sebenarnya yang dijual oleh pariwisata di negeri ini, keindahan alam atau keindahan tubuh? Jadi, apakah selama ini pariwisata kita ditopang oleh pornografi dan pornoaksi? Jika memang benar demikian, maka ini berarti negeri ini telah berdiri diatas kemaksiatan. Na’udzubillah.

Lalu bagaimana seharusnya tindakan kita dalam menyikapi kontraversi seputar RUU Anti Pornografi dan Pornoaksi ini? Sebagai seorang muslim, kita tidak boleh asal mengambil keputusan dan bertaklid pada kelompok tertentu tanpa mengetahui ilmunya.

Alloh ta’ala berfirman:Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya.” (QS. Al Isra’: 36)

Jadi, adalah kewajiban bagi kita untuk bertabayyun (klarifikasi) atas semua permasalahan yang hadir ditengah-tengah kita, termasuk dalam menyikapi pro-kontra RUU APP ini. Jika kita cermati lagi, ternyata masalah RUU APP ini bukan hanya masalah mendukung atau menolak saja. Tetapi yang terpenting bagi kita, sebagai ummat Islam, adalah bahwa kita pun seharusnya ikut mengontrol perumusan RUU tersebut. Karena apalah artinya pengesahan RUU tersebut jika ternyata isinya bertentangan dengan syari’at Islam.

Ini karena orang-orang yang tidak senang dengan Islam akan senantiasa berusaha menghalang-halangi kaum muslimin untuk mewujudkan cita-citanya untuk ber-Islam secara kaaffah. Apalagi beru-baru ini juga terdengar isu yang tidak mengenakkan yang mengatakan bahwa ada pihak di DPR yang berusaha menenangkan para artis (yang menolak keras RUU APP, karena mereka memang hidup dari keserba-pornoan) dengan mengetakan, “Tenang saja, kalaupun RUU itu berhasil digolkan, kita bisa merubah isinya.”.

Maka adalah tugas bersama bagi kita untuk terus mengawasi perumusan RUU APP, khususnya dalam hal isi, agar bisa sesuai dengan yang digariskan oleh Sang Maha Pembuat Aturan. Jika RUU tersebut sesuai dengan syari’at Islam, maka jangan sampai kita ragu untuk berada di barisan terdepan demi mendukung disahkannya RUU itu. Hingga pada akhirnya kita bisa ber-Islam secara kaaffah.

Wallohu a’lam.