Saturday, October 14, 2006

Romadhon dan Televisi

Romadhon telah tiba menghampiri hamba yang beriman, dengan membawa berjuta pahala, ampunan, dan barokah dari Robb semesta alam. Maka sangat wajar jika ummat Islam pun memuliakan bulan ini. Dan tak mengherankan pula jika demi menyambut bulan suci ini, MUI memberikan himbauan kepada para pengelola TV untuk ‘menertibkan’ acara-acara TV dari hal-hal yang dapat mengganggu ketenangan ummat Islam dalam menjalankan ibadahnya. Hal ini -InsyaAlloh- merupakan sebuah langkah yang sangat baik dari para tokoh ummat Islam Indonesia. Dan tentunya, sebagai ummat Islam, kita pun patut mensyukurinya.

Namun, ibarat peribahasa “Tak ada gading yang tak retak”, himbauan dari MUI ini pun masih memiliki beberapa celah kekurangan. Pertama, seruan dari MUI ini hanya berupa “himbauan” yang tidak memiliki sifat memaksa. Artinya, sebuah himbauan masih memberikan pilihan pada objek yang diseru, yakni mau mengikuti himbauan itu atau bahkan menolaknya sama sekali. Memang, dalam hal ini MUI tidak bisa disalahkan. Karena MUI sendiri ‘hanyalah’ kumpulan ulama, dan bukan umaro (pemegang kekuasaan). Sedangkan untuk dapat membuat peraturan yang bersifat memaksa, haruslah dilakukan oleh pemegang kekuasaan.

Kedua, sangat disayangkan bahwa himbauan dari MUI ini hanya terbatas pada bulan Romadhon saja. Padahal seluruh makhluk diciptakan oleh Alloh untuk beribadah kepada-Nya semata (Q.S. Adz-Dzariyat : 56). Tak ada detik-detik yang berlalu dari kehidupan kita, melainkan Dia lah yang memilikinya. Maka sungguh tidak patut bagi semua makhluk (siapa pun dia; termasuk para artis dan pengelola TV) untuk mengotori detik-detik hidupnya, baik di bulan Romadhon maupun selainnya.

Sungguh, bukanlah Alloh memuliakan Romadhon ini untuk membiarkan manusia menghinakan dirinya dengan kemaksiatan di bulan-bulan lainnya! Dia tidak menciptakan Romadhon agar manusia menjadi “bunglon-bunglon” munafiq! Karena sesungguhnya hanya orang-orang yang gagal lah yang akan kembali ke “warna asal”-nya yang kelam setelah menetapi Romadhon dengan “warna lain” yang suci. Dan hanya orang-orang yang merugilah yang akan kembali dalam kotornya lumpur kemaksiatan setelah mereka berusaha (atau mungkin berpura-pura?) menyucikan dirinya di bulan yang mulia ini.

Sebaliknya, Alloh memberikan Romadhon sebagai “reward” bagi hamba-hamba-Nya yang beriman. Itu sebabnya derajat taqwa akan tersemat pada jiwa-jiwa suci yang berpuasa karena-Nya. Sebagaimana firman-Nya, “Hai orang-orang yang beriman diwajibkan atas kamu ber-shoum, sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertaqwa” (Q.S. Al-Baqoroh : 183).

Ketiga, kriteria acara-acara televisi yang dimaksud dalam himbauan MUI pun nampaknya belum jelas. Memang, pihak MUI sendiri telah menyebutkan beberapa kriteria, seperti pornografi/pornoaksi, kekerasan, mistik, dan infotainment. Namun hal itu belum cukup mewakili, karena definisi dan pemahaman tentang hal-hal tersebut di kalangan masyarakat kita pun masih simpang siur. Misalnya saja, salah satu kriteria acara yang dihimbau untuk di ‘black list’ adalah acara yang mengandung pornografi dan pornoaksi. Padahal, sebagaimana kita ketahui, definisi porno dalam pandangan masyarakat Indonesia pun masih beragam dan jauh dari Islam. Begitupun dengan acara-acara mistik. Tidak sedikit masyarakat Indonesia yang mengira bahwa acara-acara mistik (seperti Pemburu Hantu, dsb) yang jelas-jelas mengandung kesyirikan, sebagai acara yang Islami. Dan banyak lagi kesalahan pemahaman dalam masyarakat terhadap acara-acara yang ada di televisi. Jika MUI tidak memberikan penjelasan lebih lanjut, maka wajar saja jika kemudian stasiun televisi tetap menampilkan acara-acara berbau musyrik dan maksiat.

Selain itu, jika kita lebih kritis lagi melihat perkembangan pertelevisian, maka ungkapan ketua MUI, KH. Ma’ruf Amin, bahwa keburukan di TV sudah mencapai 40 %, jelas tidak tepat. Karena kini tak ada (satu pun) dari acara TV yang bebas dari maksiat, bid’ah, bahkan syirik. Se-Islami apapun acara TV saat ini, tetap saja masih akan menampilkan artis yang membuka auratnya tanpa rasa berdosa. Dan se-Islami apapun acara TV saat ini, tetap saja pemirsa akan disuguhkan dengan selingan iklan-iklan yang jauh dari nilai Islam. Dari sini, maka lebih tepat jika dikatakan bahwa keburukan yang ada pada televisi mencapai hampir 100 %! Lalu, acara TV yang manakah yang harus kita selamatkan dari ‘black list’? Bukan hanya di Bulan Romadhon tapi juga di bulan-bulan lainnya.

Wallohu a’lam.